Breaking News

Memaknai Hari Lahir Pancasila di Tengah Realita Sosial-Ekonomi yang Suram

Oleh: Feri Fadli Rizki
Dosen Ilmu Pemerintahan, STISIP BANTEN RAYA

Setiap tanggal 1 Juni, bangsa Indonesia memperingati Hari Lahir Pancasila, ideologi dasar negara yang digali dari nilai-nilai luhur bangsa. Namun, di tengah semarak upacara dan pidato seremonial, muncul pertanyaan mendasar: sejauh mana Pancasila benar-benar hadir dalam denyut kehidupan rakyat?

Pancasila bukan sekadar simbol atau hafalan lima sila. Ia adalah kompas moral dan dasar pijakan dalam membangun tatanan sosial, ekonomi, hukum, dan politik. Namun sayangnya, idealisme Pancasila kian hari terasa semakin menjauh dari kenyataan hidup masyarakat.

Ekonomi Rakyat yang Muram

Kondisi ekonomi Indonesia hari ini masih menyisakan banyak pekerjaan rumah. Pengangguran terbuka dan setengah menganggur menghantui jutaan penduduk usia produktif. Kesenjangan sosial semakin melebar. Kelompok kaya semakin mapan, sementara rakyat kecil berjibaku dalam kemiskinan struktural. Di banyak daerah, harga kebutuhan pokok melonjak, namun daya beli masyarakat justru menurun.

Sila kelima, “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia,” seakan hanya menjadi slogan di atas kertas. Dimanakah keadilan sosial itu, ketika petani tercekik oleh harga pupuk yang mahal, nelayan dibebani berbagai pungutan, dan guru honorer yang mengabdi puluhan tahun tetap digaji jauh di bawah upah layak?

Korupsi dan Pungli Menggerogoti Negara

Korupsi dan pungutan liar (pungli) sudah seperti kanker kronis yang menggerogoti sistem birokrasi dan pemerintahan. Setiap tahun, data menunjukkan betapa banyaknya pejabat, dari pusat hingga daerah, yang terseret kasus korupsi. Dana publik yang semestinya digunakan untuk membangun sekolah, rumah sakit, dan infrastruktur, justru dikorupsi demi kepentingan pribadi.

Sila kedua, “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,” dan sila kelima kembali diuji. Korupsi adalah bentuk paling telanjang dari ketidakadilan. Ia merampas hak rakyat miskin dan memperdalam jurang ketimpangan.

Lemahnya Penegakan Hukum dan HAM

Di sisi lain, penegakan hukum masih sering tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Banyak kasus pelanggaran hak asasi manusia yang tidak terselesaikan dengan tuntas. Rakyat kecil yang memperjuangkan hak atas tanah, pendidikan, atau lingkungan, kerap dikriminalisasi. Sementara pelaku pelanggaran dari kalangan elit bisa melenggang bebas dengan dalih hukum.

Apakah sila keempat, “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan,” benar-benar dijalankan, jika lembaga-lembaga negara tidak menunjukkan kebijaksanaan dan keberpihakan pada rakyat?

Pendidikan: Pilar Masa Depan yang Rapuh

Pendidikan, yang seharusnya menjadi sarana mobilitas sosial dan pencetak generasi unggul, justru menjadi potret ketimpangan baru. Masih banyak anak-anak di pelosok negeri yang kesulitan mengakses pendidikan berkualitas. Guru honorer di berbagai daerah hidup dalam kesederhanaan yang memilukan. Mereka mengabdi dengan gaji minim, tanpa jaminan kesejahteraan, bahkan tanpa kepastian diangkat sebagai ASN.

Ini menjadi ironi besar dalam negara yang menjunjung tinggi sila kelima dan sila kedua. Bagaimana kita bisa berbicara soal keadilan dan kemanusiaan jika mereka yang mencerdaskan kehidupan bangsa justru hidup dalam penderitaan?

Menghidupkan Kembali Pancasila

Pancasila seharusnya bukan hanya dihafalkan, tetapi dihayati dan diimplementasikan dalam kebijakan dan tindakan nyata. Pemerintah tidak cukup hanya menggaungkan Pancasila dalam pidato-pidato, tetapi harus menunjukkan keberpihakan kepada rakyat dalam bentuk kebijakan yang adil, penegakan hukum yang tegas, pemberantasan korupsi yang serius, serta pelayanan publik yang berintegritas.

Di tengah kondisi sosial-ekonomi yang penuh tantangan ini, Hari Lahir Pancasila harus menjadi momentum refleksi dan koreksi. Sudahkah Pancasila menjadi ruh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara? Ataukah kita hanya memeliharanya sebagai simbol, sementara substansinya terus dikhianati?

Pancasila harus turun dari langit dan mengakar di bumi. Ia harus hadir dalam senyum petani yang sejahtera, guru honorer yang dimuliakan, hukum yang berpihak pada rakyat, dan ekonomi yang menyejahterakan semua, bukan segelintir elit.

Semoga Hari Lahir Pancasila bukan sekadar rutinitas tahunan, tetapi menjadi titik balik untuk membangun Indonesia yang lebih adil, manusiawi, dan berkeadaban.

No comments