Kepala Desa Kohod, Arsin, dan Tiga Tersangka Lainnya Dibebaskan Bareskrim Polri
BANTEN, MEDSOSNEWS, — Keputusan Bareskrim Polri untuk menangguhkan penahanan Kepala Desa Kohod, Arsin, bersama tiga tersangka lainnya dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen terkait proyek pagar laut di Tangerang memicu kontroversi dan kritik tajam dari berbagai kalangan. Pembebasan ini dilakukan pada 24 April 2025, setelah masa penahanan selama 60 hari yang diatur dalam KUHAP berakhir, sementara berkas perkara belum dinyatakan lengkap (P-21)
Arsin sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri pada 18 Februari 2025, bersama Sekretaris Desa Kohod, Ujang Karta, serta dua penerima kuasa berinisial SP dan CE. Mereka diduga terlibat dalam pemalsuan dokumen permohonan hak atas tanah untuk proyek pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang, Banten. Selain itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjatuhkan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp48 miliar kepada Arsin dan seorang perangkat desa berinisial T, terkait pembangunan pagar laut sepanjang lebih dari 30 kilometer tanpa izin resmi.
Keputusan penangguhan ini menuai kritik dari berbagai pihak yang menilai bahwa langkah tersebut mencerminkan pelecehan terhadap hukum dan akal sehat. Beberapa aktivis dan pengamat hukum menduga bahwa pengembalian berkas oleh Kejaksaan Agung dengan petunjuk untuk mengusut unsur korupsi hanyalah strategi untuk mengulur waktu hingga masa penahanan habis, sehingga penyidik tidak memiliki dasar hukum untuk menahan para tersangka lebih lama.
Lebih lanjut, terdapat kekhawatiran bahwa kasus ini merupakan bagian dari skenario yang dirancang sejak awal, di mana para tersangka ditahan sementara untuk meredam kemarahan publik, kemudian dibebaskan saat perhatian masyarakat teralihkan ke isu lain. Dalam konteks ini, beberapa aktivis juga menyoroti penangkapan terhadap Charlie Chandra oleh Polda Banten, yang dianggap sebagai upaya kriminalisasi terhadap korban perampasan tanah dalam proyek PIK-2.
Para aktivis dan advokat menyerukan agar masyarakat tidak melupakan kasus pagar laut dan terus mengawal proses hukum terhadap Arsin dan kawan-kawan. Mereka menekankan pentingnya melawan ketidakadilan dan rezim yang dianggap berpihak pada oligarki perampas tanah rakyat.
Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penegakan hukum, serta perlunya pengawasan publik yang ketat terhadap proses hukum yang melibatkan pejabat publik dan proyek-proyek besar yang berdampak langsung pada masyarakat.
No comments